Skip to main content

makalah gadar pneumothorakh


A.    LATAR BELAKANG

Paru-paru merupakan unsur elastis yang akan mengempis seperti balon dan mengeluarkan semua udaranya melalui trakea bila tidak ada kekuatan untuk mempertahankan pengembangannya. Paru-paru  sebenarnya mengapung dalam rongga toraks, dikelilingi oleh suatu lapisan tipis cairan pleura yang menjadi pelumas bagi gerakan paru-paru di dalam rongga. Jadi pada keadaan normal rongga pleura berisi sedikit cairan dengan tekanan negatif yang ringan.

Pneumotoraks adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam rongga pleura. Dengan adanya udara dalam rongga pleura tersebut, maka akan menimbulkan penekanan terhadap paru-paru sehingga paru-paru tidak dapat mengembang dengan maksimal sebagaimana biasanya ketika bernapas. Pneumotoraks dapat terjadi baik secara spontan maupun traumatik.Pneumotoraks spontan itu sendiri dapat bersifat primer dan sekunder.Sedangkan pneumotoraks traumatik dapat bersifat iatrogenik dan non iatrogenic.

Insidensi pneumotoraks sulit diketahui karena episodenya banyak yang tidak diketahui.Namun dari sejumlah penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa pneumotoraks lebih sering terjadi pada penderita dewasa yang berumur sekitar 40 tahun. Laki-laki lebih sering daripada wanita, dengan perbandingan 5 : 1.



























BAB II

TINJAUAN PUSTAKA



A.    Definisi

1.      Pneumotoraks adalah kumpulan dari udara atau gas dalam rongga pleura dari dada antara paru-paru dan dinding dada. Hal ini dapat terjadi secara spontan pada orang tanpa kondisi paru-paru kronis (primer) serta pada mereka dengan penyakit paru-paru (sekunder), dan banyak pneumotoraks terjadi setelah trauma fisik dada, cedera ledakan, atau sebagai komplikasi dari perawatan medis (Setiati, 2014).

2.      Pneumotoraks  adalah  suatu  keadaan  dimana  terdapatnya  udara  pada  rongga  potensial diantara pleura visceral dan pleura parietal (Noppen M, 2008).



B.     Anatomi Fisiologi

Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung hawa, alveoli.Gelembung alveoli ini terdiri dari sel-sel epitel dan endotel.Jika dibentangkan luas permukaannya lebih kurang 90 m2.pada lapisan ini terjadi pertukaran udara, oksigen  masuk kedalam darah dan karbondioksida dikeluarkan dari darah. Banyaknya gelembung paru-paru ini kurang lebih 700.000.000 buah (kiri dan kanan).

Paru-paru dibagi dua, paru-paru kanan terdiri dari tiga lobus, lobus pulmo dekstra superior, lobus media dan lobus inferior. Tiap lobus tersusun oleh lobulus. Paru-paru kiri terdiri dari pulmo sinistra lobus superior dan inferior. Tiap lobus terdiri dari belahan yang bernama segmen kemudian lobulus yang berisi bronkhiolus yang bercabang banyak disebut duktus alveolus berakhir pada alveolus yang diameternya 0,2-0,3 mm.

Paru-paru terletak dirongga dada datarannya menghadap ketengah rongga dada kavum mediastinum. Pada bagian tengah terdapat tampuk paru atau hilus. Paru-paru dibungkus oleh selaput yang disebut pleura, terbagi dua, pleura viseral dan pleura parietal. Antara keduanya terdapat kavum pleura. Pada keadaan normal, kavum pleura ini vakum (hampa udara) sehingga paru-paru dapat berkembang kempis.

Proses terjasinya pernapasan terbagi dalam dua bagian yaitu inspirasi dan ekspirasi. Bernapas berarti melakukan inspirasi dan ekspirasi secara bergantian, teratur, berirama dan terus-menerus.Oksigen dalam tubuh dapat diatur menurut keperluan. Manusia sangat membutuhkan oksigen dalam hidupnya, kalau tidak mendapatkan oksigen selama 4 menit akan mengakibatkan kerusakan pada otak yang tak dapat diperbaiki dan bisa menimbulkan kematian. Kalau pasokan oksigen berkurang akan menimbulkan kacau pikiran, anoksia serebialis.

Guna penapasan :

1.      Mengambil oksigen yang kemudian dibawa oleh darah keseluruh tubuh (sel-selnya) untuk mengadakan pembakaran.

2.      Mengeluarkan karbon dioksida yang terjadi sebagai sisa dari pembakaran, kemudian dibawa oleh darah ke paru-paru untuk dibuang.

3.      Menghangatkan dan melembabkan udara.

(Pearce, 2009)



C.    Etiologi

1.      Pneumothorax terjadi karena adanya kebocoran di bagian paru yan berisi udara melalui robekan atau pecahnya pleura. Robekan ini berhubungan dengan bronkhus. Pelebaran alveoli dan pecahnya septa-septa alveoli kemudian membentuk suatu bulla yang disebut granulomatous fibrosis. Granulomatus fibrosis adalah salah satu penyebab tersering terjadinya pneumothorax, karena bulla tersebut berhubungan dengan adanya obstruksi empiema.

2.      Prosedur medis pada dada (iatrogenik), seperti pengambilan sampel biopsi dari jaringan paru-paru, memasukkan kateter vena sentral pada salah satu pembuluh darah dapat mengakibatkan cidera pada paru-paru dan meningkatkan resiko terjadinya pneumothorax reultan.

(Muttaqin, 2012)



D.    Faktor Resiko

Spontaneous pneumothorax mempengaruhi kira-kira 9,000 orang-orang setiap tahun di Amerika yang tidak mempunyai sejarah dari penyakit paru. Tipe dari pneumothorax ini adalah paling umum pada pria-pria yang berumur antara 20 dan 40 tahun, terutama pada pria-pria yang tinggi dan kurus. Merokok telah ditunjukan meningkatkan risiko untuk spontaneous pneumothorax.

(Setiati, 2014)



E.     Patofisiologi

 


























































(Muttaqin, 2012)







F.     Klasifikasi

Menurut penyebabnya, pneumotoraks dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

1.      Pneumotoraks spontan

Yaitu setiap pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba. Pneumotoraks tipe ini dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu :

a.       Pneumotoraks spontan primer, yaitu pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba tanpa diketahui sebabnya.

b.      Pneumotoraks spontan sekunder, yaitu pneumotoraks yang terjadi dengan didasari oleh riwayat penyakit paru yang telah dimiliki sebelumnya, misalnya fibrosis kistik, penyakit paru obstruktik kronis (PPOK), kanker paru-paru, asma, dan infeksi paru.

2.      Pneumotoraks traumatik,

Yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat adanya suatu trauma, baik trauma penetrasi maupun bukan, yang menyebabkan robeknya pleura, dinding dada maupun paru.

Pneumotoraks tipe ini juga dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu :

a.       Pneumotoraks traumatik non-iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi karena jejas kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada, barotrauma.

b.      Pneumotoraks traumatik iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat komplikasi dari tindakan medis. Pneumotoraks jenis inipun masih dibedakan menjadi dua, yaitu :

1)      Pneumotoraks traumatik iatrogenik aksidental

Adalah suatu pneumotoraks yang terjadi akibat tindakan medis karena kesalahan atau komplikasi dari tindakan tersebut, misalnya pada parasentesis dada, biopsi pleura.

2)      Pneumotoraks traumatik iatrogenik artifisial (deliberate)

Adalah suatu pneumotoraks yang sengaja dilakukan dengan cara mengisikan udara ke dalam rongga pleura. Biasanya tindakan ini dilakukan untuk tujuan pengobatan, misalnya pada pengobatan tuberkulosis sebelum era antibiotik, maupun untuk menilai permukaan paru.

(Sudoyo, 2006)



Berdasarkan jenis fistulanya, maka pneumotoraks dapat diklasifikasikan ke dalam tiga jenis, yaitu:

1.      Pneumotoraks Tertutup (Simple Pneumothorax)

      Pada tipe ini, pleura dalam keadaan tertutup (tidak ada jejas terbuka pada dinding dada), sehingga tidak ada hubungan dengan dunia luar.Tekanan di dalam rongga pleura awalnya mungkin positif, namun lambat laun berubah menjadi negatif karena diserap oleh jaringan paru disekitarnya.Pada kondisi tersebut paru belum mengalami re-ekspansi, sehingga masih ada rongga pleura, meskipun tekanan di dalamnya sudah kembali negatif.Pada waktu terjadi gerakan pernapasan, tekanan udara di rongga pleura tetap negatif.

2.      Pneumotoraks Terbuka (Open Pneumothorax),

      Pneumotoraks yang terdapat hubungan antara rongga pleura dengan bronkus yang merupakan bagian dari dunia luar (terdapat luka terbuka pada dada). Dalam keadaan ini tekanan intrapleura sama dengan tekanan udara luar. Pada pneumotoraks terbuka tekanan intrapleura sekitar nol. Perubahan tekanan ini sesuai dengan perubahan tekanan yang disebabkan oleh gerakan pernapasan.

      Pada saat inspirasi tekanan menjadi negatif dan pada waktu ekspirasi tekanan menjadi positif. Selain itu, pada saat inspirasi mediastinum dalam keadaan normal, tetapi pada saat ekspirasi mediastinum bergeser ke arah sisi dinding dada yang terluka (sucking wound)..

3.   Pneumotoraks Ventil (Tension Pneumothorax)

      Pneumotoraks dengan tekanan intrapleura yang positif dan makin lama makin bertambah besar karena ada fistel di pleura viseralis yang bersifat ventil. Pada waktu inspirasi udara masuk melalui trakea, bronkus serta percabangannya dan selanjutnya terus menuju pleura melalui fistel yang terbuka.Waktu ekspirasi udara di dalam rongga pleura tidak dapat keluar.Akibatnya tekanan di dalam rongga pleura makin lama makin tinggi dan melebihi tekanan atmosfer.Udara yang terkumpul dalam rongga pleura ini dapat menekan paru sehingga sering menimbulkan gagal napas.

(Muttaqin, 2012)







Sedangkan menurut luasnya paru yang mengalami kolaps, maka pneumotoraks dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:

1.      Pneumotoraks parsialis, yaitu pneumotoraks yang menekan pada sebagian kecil paru (< 50% volume paru).

2.      Pneumotoraks totalis, yaitu pneumotoraks yang mengenai sebagian besar paru (> 50% volume paru).

(Alsagaff, 2009)



G.    Manifestasi Klinis

Menurut Sudoyo (2006) tanda gejala saat terjadi Pneumothorak antara lain:

1.      Sesak napas, didapatkan pada hampir 80-100% pasien. Seringkali sesak dirasakan mendadak dan makin lama makin berat. Penderita bernapas tersengal, pendek-pendek, dengan mulut terbuka.

2.      Nyeri dada, yang didapatkan pada 75-90% pasien. Nyeri dirasakan tajam pada sisi yang sakit, terasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri pada gerak pernapasan.

3.      Batuk-batuk, yang didapatkan pada 25-35% pasien.

4.      Denyut jantung meningkat.

5.      Kulit mungkin tampak sianosis karena kadar oksigen darah yang kurang.

6.      Tidak menunjukkan gejala (silent) yang terdapat pada 5-10% pasien, biasanya pada jenis pneumotoraks spontan primer.



H.    Pemeriksaan Diagnostik

Menurut Malueka (2007), untuk mendiagnosis Pneumotoraks dapat dilakukan pemeriksaan sebagai berikut:

1.      Foto Rontgen

Gambaran radiologis yang tampak pada foto röntgen kasus pneumotoraks antara lain:

a.    Bagian pneumotoraks akan tampak lusen, rata dan paru yang kolaps akan tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru yang kolaps tidak membentuk garis, akan tetapi berbentuk lobuler sesuai dengan lobus paru.

b.    Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massa radio opaque yang berada di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps paru yang luas sekali. Besar kolaps paru tidak selalu berkaitan dengan berat ringan sesak napas yang dikeluhkan.

c.    Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat, spatium intercostals melebar, diafragma mendatar dan tertekan ke bawah. Apabila adapendorongan jantung atau trakea ke arah paru yang sehat, kemungkinan besar telah terjadi pneumotoraks ventil dengan tekanan intra pleura yang tinggi.

Pada pneumotoraks perlu diperhatikan kemungkinan terjadi keadaan sebagai berikut:

a)      Pneumomediastinum, terdapat ruang atau celah hitam pada tepi jantung, mulai dari basis sampai ke apeks. Hal ini terjadi apabila pecahnya fistel mengarah mendekati hilus, sehingga udara yang dihasilkan akan terjebak di mediastinum.

b)      Emfisema subkutan, dapat diketahui bila ada rongga hitam dibawah kulit. Hal ini biasanya merupakan kelanjutan dari pneumomediastinum. Udara yang tadinya terjebak di mediastinum lambat laun akan bergerak menuju daerah yang lebih tinggi, yaitu daerah leher. Di sekitar leher terdapat banyak jaringan ikat yang mudah ditembus oleh udara, sehingga bila jumlah udara yang terjebak cukup banyak maka dapat mendesak jaringan ikat tersebut, bahkan sampai ke daerah dada depan dan belakang.

c)      Bila disertai adanya cairan di dalam rongga pleura, maka akan tampak permukaan cairan sebagai garis datar di atas diafragma.



2.      Foto Rontegen pneumotoraks (PA), bagian yang ditunjukkan dengan anak panah merupakan bagian paru yang kolaps.

3.      Analisa Gas Darah

Analisis gas darah arteri dapat memberikan gambaran hipoksemi meskipun pada kebanyakan pasien sering tidak diperlukan. Pada pasien dengan gagal napas yang berat secara signifikan meningkatkan mortalitas sebesar 10%.

4.      CT-scan thorax

CT-scan toraks lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema bullosa dengan pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan ekstrapulmoner dan untuk membedakan antara pneumotoraks spontan primer dan sekunder.



I.       Penatalaksanaan

Tujuan utama penatalaksanaan pneumotoraks adalah untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura dan menurunkan kecenderungan untuk kambuh lagi. Pada prinsipnya, penatalaksanaan pneumotoraks adalah sebagai berikut :

1.      Observasi dan Pemberian O2

Apabila fistula yang menghubungkan alveoli dan rongga pleura telah menutup, maka udara yang berada didalam rongga pleura tersebut akan diresorbsi. Laju resorbsi tersebut akan meningkat apabila diberikan tambahan O2.  Observasi dilakukan dalam beberapa hari dengan foto toraks serial tiap 12-24 jam pertama selama 2 hari. Tindakan ini terutama ditujukan untuk pneumotoraks tertutup dan terbuka..

2.      Tindakan dekompresi

Hal ini sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasus pneumotoraks yang luasnya >15%. Pada intinya, tindakan ini bertujuan untuk mengurangi tekanan intra pleura dengan membuat hubungan antara rongga pleura dengan udara luar dengan cara:

a.     Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk rongga pleura, dengan demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura akan berubah menjadi negatif karena mengalir ke luar melalui jarum tersebut.

b.    Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil :

1)      Dapat memakai infus set

Jarum ditusukkan ke dinding dada sampai ke dalam rongga pleura, kemudian infus set yang telah dipotong pada pangkal saringan tetesan dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah klem penyumbat dibuka, akan tampak gelembung udara yang keluar dari ujung infus set yang berada di dalam botol.

2)      Jarum abbocath

Jarum abbocath merupakan alat yang terdiri dari gabungan jarum dan kanula.Setelah jarum ditusukkan pada posisi yang tetap di dinding toraks sampai menembus ke rongga pleura, jarum dicabut dan kanula tetap ditinggal. Kanula ini kemudian dihubungkan dengan pipa plastik infus set. Pipa infuse ini selanjutnya dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah klem penyumbat dibuka, akan tampak gelembung udara yang keluar dari ujung infuse set yang berada di dalam botol (4).

3)      Pipa water sealed drainage (WSD)

Pipa khusus (toraks kateter) steril, dimasukkan ke rongga pleura dengan perantaraan troakar atau dengan bantuan klem penjepit.Pemasukan troakar dapat dilakukan melalui celah yang telah dibuat dengan bantuan insisi kulit di sela iga ke-4 pada linea mid aksilaris atau pada linea aksilaris posterior.Selain itu dapat pula melalui sela iga ke-2 di garis mid klavikula.

Setelah troakar masuk, maka toraks kateter segera dimasukkan ke rongga pleura dan kemudian troakar dicabut, sehingga hanya kateter toraks yang masih tertinggal di rongga pleura.Selanjutnya ujung kateter toraks yang ada di dada dan pipa kaca WSD dihubungkan melalui pipa plastik lainnya.Posisi ujung pipa kaca yang berada di botol sebaiknya berada 2 cm di bawah permukaan air supaya gelembung udara dapat dengan mudah keluar melalui perbedaan tekanan tersebut.

Penghisapan dilakukan terus-menerus apabila tekanan intrapleura tetap positif.Penghisapan ini dilakukan dengan memberi tekanan negatif sebesar 10-20 cm H2O, dengan tujuan agar paru cepat mengembang. Apabila paru telah mengembang maksimal dan tekanan intra pleura sudah negatif kembali, maka sebelum dicabut dapat dilakukuan uji coba terlebih dahulu dengan cara pipa dijepit atau ditekuk selama 24 jam. Apabila tekanan dalam rongga pleura kembali menjadi positif maka pipa belum bisa dicabut.Pencabutan WSD dilakukan pada saat pasien dalam keadaan ekspirasi maksimal.

4)      Torakoskopi

Yaitu suatu tindakan untuk melihat langsung ke dalam rongga toraks dengan alat bantu torakoskop.

5)      Torakotomi

6)      Tindakan bedah

1)      Dengan pembukaan dinding toraks melalui operasi, kemudian dicari lubang yang menyebabkan pneumotoraks kemudian dijahit.

2)      Pada pembedahan, apabila ditemukan penebalan pleura yang menyebabkan paru tidak bias mengembang, maka dapat dilakukan dekortikasi.

3)      Dilakukan resesksi bila terdapat bagian paru yang mengalami robekan atau terdapat fistel dari paru yang rusak

J.      Komplikasi

Tension pneumathoraks dapat menyebabkan pembuluh darah kolaps, akibatnya pengisian jantung menurun sehingga tekanan darah menurun.Paru yang sehat juga dapat terkena dampaknya.

Pneumothoraks dapat menyebabkan hipoksia dan dispnea berat.Kematian menjadi akhir dari pneumothoraks jika tidak ditangani dengan cepat.

Gambaran ancaman terhadap kehidupan pada pasien ekstrim yaitu pertimbangan tension pneumothoraks, nafas pendek, hypotensi, tachykardy, trachea berubah.

(Corwin, 2009)



K.    Prognosis

Hasil dari pneumothorax tergantung pada luasnya dan tipe dari pneumothorax. Spontaneous pneumothorax akan umumnya hilang dengan sendirinya tanpa perawatan. Secondary pneumothorax yang berhubungan dengan penyakit yang mendasarinya, bahkan ketika kecil, adalah jauh lebih serius dan membawa angka kematian sebesar 15%.Secondary pneumothorax memerlukan perawatan darurat dan segera.Mempunyai satu pneumothorax meningkatkan risiko mengembangkan kondisi ini kembali.Angka kekambuhan untuk keduanya primary dan secondary pneumothorax adalah kira-kira 40%; kebanyakan kekambuhan terjadi dalam waktu 1.5 sampai dua tahun.





























BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN



A.    Pengkajian

1.      Pengkajian Primer

-          Airway

Batuk, terdapat sputum

-          Breathing

Dispnea, menggunakan otot bantu pernapasan, gerakan dada tidak sama

-          Circulation

Tekanan darah tinggi, disritmia

2.      Pengkajian Sekunder

-          Anamneses

Pasien mengeluh dada terasa sakit, sesak napas, batuk-batuk, memiliki riwayat penyakit paru-paru

-          Pemeriksaan Fisik

Inspeksi :

a.       Dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit (hiper  ekspansi dinding dada)

b.         Pada waktu respirasi, bagian yang sakit gerakannya tertinggal

c.       Trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat

Palpasi :

a.       Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar

b.      Iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat

c.       Fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit

Perkusi :

a.       Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan tidak menggetar

b.      Batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat, apabila tekanan intrapleura tinggi

Auskultasi :

a.    Pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai menghilang

b.   Suara vokal melemah dan tidak menggetar serta bronkofoni negative





B.     Diagnosa

1.      Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi

2.      Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan obstruksi jalan napas

3.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan

4.      Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan intoleransi aktifitas



C.    Intervensi

1.      Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi

NOC: Respiratory status : Ventilation

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, pasien menunjukkan keefektifan pola nafas, dibuktikan dengan kriteria hasil:

a.       Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu

b.      Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)

c.       Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan)

INTERVENSI
RASIONAL
1.      Obsservasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan tanda-tanda vital.

2.      Berikan posisi yang nyaman, biasanya dnegan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.
3.      Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan.


4.      Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
Dengan dokter tindakan photo toraks.
1.      Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebgai akibat stress fifiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan dengan hipoksia.
2.      Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi pada sisi yang tidak sakit.

3.      Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik
4.      Kolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.



2.      Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan obstruksi jalan napas

NOC: Respiratory status : Airway Patency

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam pasien menunjukkan keefektifan jalan nafas dibuktikan dengan kriteria hasil :

a.       Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu

b.      Menunjukkan jalan nafas yang paten

c.       Mampu mengidentifikasikan dan mencegah faktor yang penyebab.

d.      Saturasi O2 dalam batas normal

e.       Foto thorak dalam batas normal

INTERVENSI
RASIONAL
1.      Monitor respirasi dan status O2
2.      Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan sekret di sal. pernapasan.
3.      Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.
4.      Kolaborasi dengan dokter pemberian expectoran
1.      Untuk mengetahui jumlah O2 yang masuk dan keluar
2.      Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.

3.      Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan frustasi.
4.      Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.

3.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan

NOC: Toleransi Aktivitas

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. Pasien bertoleransi terhadap aktivitas dengan Kriteria Hasil :

a.       Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan RR

b.      Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) secara mandiri

c.       Keseimbangan aktivitas dan istirahat

Intervensi
Rasional
1.      Tingkatkan tirah baring atau duduk, jaga lingkungan tenang
2.      Tingkatkan aktivitas sesuai toleransi
3.      Bantu melakukan rentang gerak sendi pasif/aktif
4.      Berikan obat sesuai indikasi, sedative, agen anti ansietas
1.      Meningkatkan istirahat  dan ketenangan
2.      Tirah baring lama nenurunkan kemampuan
3.      Membantu meregangkan persendian
4.      Membantu dalam manajemenketerbukaan/ kebutuhan tidur.



D.    Evaluasi

1.      Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu

2.      Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)

3.      Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan)

4.      Mampu mengidentifikasikan dan mencegah faktor yang penyebab.

5.      Saturasi O2 dalam batas normal, foto thorak dalam batas normal

6.      Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan RR

7.      Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) secara mandiri

DAFTAR PUSTAKA



Alsagaff, Hood. Mukty, H. Abdul. 2009. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga University Press

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofiologi Edisi Revisi 3. Jakarta : EGC

Muttaqin, Arif. 2012. Buku Ajar Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.

Noppen M, Keukeleire T.D. 2008.Pneumothorax.Respiration.

Setiati, Siti. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta : Interna Publishing.

Sudoyo, Aru, W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. K, Marcellus, Simadibrata. Setiati, Siti. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.




Comments

Popular posts from this blog

atresia ani

ATRESIA ANI A.       PENGERTIAN 1.         Atresia ani, disebut juga anus imperforata merupakan suatu kelainan malformasi kongenital dimana terjadi ketidaklengkapan perkembangan embrionik pada bagian anus atau tertutupnya anus secara abnormal atau dengan kata lain tidak ada lubang secara tetap pada daerah anus (Hidayat, 2008). 2.         Atresia Ani / Atresia Rekti adalah ketiadaan atau tertutupnya rectal secara congenital (Dorland, 1998). 3.         Malformasi anorektal atau sering disebut juga dengan anus imperforata adalah malformasi kongenital dimana rektum tidak mempunyai lubang luar (Wong, 1996). 4.         Atresia ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforata meliputi anus, rektum, atau batas di antara keduanya (Betz, 2002). 5.         Atresia ani merupakan kel...

keracunan obat-obatan dan asuhan keperawatan

KERACUNAN OBAT ASETAMINOFEN A. Definisi Intoksikasi atau keracunan adalah masuknya zat atau senyawa kimia dalam tubuh manusia yang menimbulkan efek merugikan pada yang menggunakannya. Obat adalah sedian atau paduan-paduan yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki secara fisiologis atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosa, pencegahan penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi. (Kebijakan Obat Nasional, Departemen Kesehatan RI, 2005). Keracunan adalah keadaan sakit yang ditimbulkan oleh racun. Bahan racun yang masuk ke dalam tubuh dapat langsung mengganggu organ tubuh tertentu, seperti paru-paru, hati, ginjal dan lainnya. Tetapi zat tersebut dapat pula terakumulasi dalam organ tubuh, tergantung sifatnya pada tulang, hati, darah atau organ lainnya sehingga akan menghasilkan efek yang tidak diinginkan dalam jangka panjang. Parasetamol (asetaminofen) merupakan obat analgetik non narkotik dengan cara kerja menghambat sintesis prostaglandin ter...